Jenis-Jenis Pendakian / Perjalanan
Olah raga mendaki gunung sebenarnya mempunyai tingkat dan
kualifikasinya. Seperti yang sering kita kenal dengan istilah
mountaineering atau istilah serupa lainnya.
Menurut bentuk dan jenis medan yang dihadapi, mountaineering dapat dibagi sebagai berikut :
Menurut bentuk dan jenis medan yang dihadapi, mountaineering dapat dibagi sebagai berikut :
1. Hill Walking / Feel Walking
- Perjalanan mendaki bukit-bukit yang relatif landai. Tidak membutuhkan peralatan teknis pendakian. Perjalanan ini dapat memakan waktu sampai beberapa hari. Contohnya perjalanan ke Gunung Gede atau Ceremai.
2. Scarmbling
- Pendakian setahap demi setahap pada suatu permukaan yang tidak begitu terjal. Tangan kadang-kadang dipergunakan hanya untuk keseimbangan. Contohnya : pendakian di sekitar puncak Gunung Gede Jalur Cibodas.
3. Climbing
- Dikenal sebagai suatu perjalanan pendek, yang umumnya tidak memakan waktu lebih dari 1 hari,hanya rekreasi ataupun beberapa pendakian gunung yang praktis. Kegiatan pendakian yang membutuhkan penguasaan teknik mendaki dan penguasaan pemakaian peralatan. Bentuk climbing ada 2 macam :
a. Rock Climbing
- pendakian pada tebing-tebing batau atau dinding karang. Jenis pendakian ini yang umumnya ada di daerah tropis.
b. Snow and Ice Climbing
- Pendakian pada es dan salju. Pada pendakian ini, peralatan-peralatan khusus sangat diperlukan, seperti ice axe, ice screw, crampton, dll.
- pendakian pada tebing-tebing batau atau dinding karang. Jenis pendakian ini yang umumnya ada di daerah tropis.
b. Snow and Ice Climbing
- Pendakian pada es dan salju. Pada pendakian ini, peralatan-peralatan khusus sangat diperlukan, seperti ice axe, ice screw, crampton, dll.
Teknik Dasar Pendakian / Rock Climbing
Teknik Mendaki
1. Face Climbing
Yaitu memanjat pada permukaan tebing dimana masih terdapat tonjolan
atau rongga yang memadai sebagai pijakan kaki maupun pegangan tangan.
Para pendaki pemula biasanya mempunytai kecenderungan untuk
mempercayakan sebagian berat badannya pada pegangan tangan, dan
menempatkan badanya rapat ke tebing. Ini adalah kebiasaan yang salah.
Tangan manusia tidak bias digunakan untuk mempertahankan berat badan
dibandingkan kaki, sehingga beban yang diberikan pada tangan akan cepat
melelahkan untuk mempertahankan keseimbangan badan. Kecenderungan
merapatkan berat badan ke tebing dapat mengakibatkan timbulnya momen
gaya pada tumpuan kaki. Hal ini memberikan peluang untuk
tergelincir.Konsentrasi berat di atas bidang yang sempit (tumpuan kaki)
akan memberikan gaya gesekan dan kestabilan yang lebih baik.
2. Friction / Slab Climbing
Teknik
ini semata-mata hanya mengandalkan gaya gesekan sebagai gaya penumpu.
Ini dilakukan pada permukaan tebing yang tidak terlalu vertical,
kekasaran permukaan cukup untuk menghasilkan gaya gesekan. Gaya gesekan
terbesar diperoleh dengan membebani bidang gesek dengan bidang normal
sebesar mungkin. Sol sepatu yang baik dan pembebanan maksimal diatas
kaki akan memberikan gaya gesek yang baik.
3. Fissure Climbing
Teknik
ini memanfaatkan celah yang dipergunakan oleh anggota badan yang
seolah-olah berfungsi sebagai pasak. Dengan cara demikian, dan beberapa
pengembangan, dikenal teknik-teknik berikut.
- Jamming, teknik memanjat dengan memanfaatkan celah yang tidak begitu besar. Jari-jari tangan, kaki, atau tangan dapat dimasukkan/diselipkan pada celah sehingga seolah-olah menyerupai pasak.
- Chimneying, teknik memanjat celah vertical yang cukup lebar (chomney). Badan masuk diantara celah, dan punggung di salah satu sisi tebing. Sebelah kaki menempel pada sisi tebing depan, dan sebelah lagi menempel ke belakang. Kedua tangan diletakkan menempel pula. Kedua tangan membantu mendororng keatas bersamaan dengan kedua kaki yang mendorong dan menahan berat badan.
- Bridging, teknik memanjat pada celah vertical yang cukup besar (gullies). Caranya dengan menggunakan kedua tangan dan kaki sebagai pegangan pada kedua celah tersebut. Posisi badan mengangkang, kaki sebagai tumpuan dibantu oleh tangan yang juga berfungsi sebagai penjaga keseimbangan.
- Lay Back, teknik memanjat pada celah vertical dengan menggunakan tangan dan kaki. Pada teknik ini jari tangan mengait tepi celah tersebut dengan punggung miring sedemikian rupa untuk menenpatkan kedua kaki pada tepi celah yang berlawanan. Tangan menarik kebelakang dan kaki mendorong kedepan dan kemudian bergerak naik ke atas silih berganti.
Pembagian Pendakian Berdasarkan Pemakaian Alat
Free Climbing
Sesuai
dengan namanya, pada free climbing alat pengaman yang paling baik
adalah diri sendiri. Namun keselamatan diri dapat ditingkatkan dengan
adanya keterampilan yang diperoleh dari latihan yang baik dan mengikuti
prosedur yang benar. Pada free climbing, peralatan berfungsi hanya
sebagai pengaman bila jatuh. Dalam pelaksanaanya ia bergerak sambil
memasang, jadi walaupun tanpa alat-alat tersebut ia masih mampu bergerak
atau melanjutkan pendakian. Dalam pendakian tipe ini seorang pendaki
diamankan oleh belayer.
Free Soloing
Merupakan
bagian dari free climbing, tetapi sipendaki benar-benar melakukan
dengan segala resiko yang siap dihadapinya sendiri.Dalam pergerakannya
ia tidak memerlukan peralatan pengaman. Untuk melakukan free soloing
climbing, seorang pendaki harus benar-benar mengetahui segala bentuk
rintangan atau pergerakan pada rute yang dilalui. Bahkan kadang-kadang
ia harus menghapalkan dahulu segala gerakan, baik itu tumpuan ataupun
pegangan, sehingga biasanya orang akan melakukan free soloing climbing
bila ia sudah pernah mendaki pada lintasan yang sama. Resiko yang
dihadapi pendaki tipe ini sangat fatal sekali, sehingga hanya orang yang
mampu dan benar-benar professional yang akan melakukannya.
Atrificial Climbing
Pemanjatan
tebing dengan bantuan peralatan tambahan, seperti paku tebing, bor,
stirrup, dll. Peralatan tersebut harus digunakan karena dalam pendakian
sering sekali dihadapi medan yang kurang atau tidak sama sekali
memberikan tumpuan atau peluang gerak yang memadai.
System Pendakian
1. Himalaya Sytle
Sistem pendakian yang biasanya dengan rute yang panjang sehingga untuk mencapai sasaran (puncak) diperlukan waktu yang lama. Sistem ini berkembang pada pendakian-pendakian ke Pegunungan Himalaya. Pendakian tipe ini biasanya terdiri atas beberapa kelompok dan tempat-tempat peristirahatan (base camp, fly camp). Sehingga dengan berhasilnya satu orang dari seluruh team, berarti pendakian itu sudah berhasil untuk seluruh team.
Sistem pendakian yang biasanya dengan rute yang panjang sehingga untuk mencapai sasaran (puncak) diperlukan waktu yang lama. Sistem ini berkembang pada pendakian-pendakian ke Pegunungan Himalaya. Pendakian tipe ini biasanya terdiri atas beberapa kelompok dan tempat-tempat peristirahatan (base camp, fly camp). Sehingga dengan berhasilnya satu orang dari seluruh team, berarti pendakian itu sudah berhasil untuk seluruh team.
2. Alpine Style
Sistem ini banyak dikembangkan di pegunungan Eropa. Pendakian ini mempunyai tujuan bahwa semua pendaki harus sampai di puncak dan baru pendakian dianggap berhasil. Sistem pendakian ini umumnya lebih cepat karena para pendaki tidak perlu lagi kembali ke base camp (bila kemalaman bisa membuat fly camp baru, dan esoknya dilanjutkan kembali).
Sistem ini banyak dikembangkan di pegunungan Eropa. Pendakian ini mempunyai tujuan bahwa semua pendaki harus sampai di puncak dan baru pendakian dianggap berhasil. Sistem pendakian ini umumnya lebih cepat karena para pendaki tidak perlu lagi kembali ke base camp (bila kemalaman bisa membuat fly camp baru, dan esoknya dilanjutkan kembali).
0 komentar:
Posting Komentar