Get this widget!

Senin, 23 Maret 2015

Arti dan Makna Kata Bhayangkara

Image result for gambar bhayangkara gajah madaDi dunia dikenal 2 macam riwayat kelahiran polisi di masyarakat. Polisi Negara, yaitu polisi yang dibentuk oleh sebuah pemerintahan, dan polisi masyarakat yang dibentuk atas prakarsa dan menghamba pada aspirasi masyarakat. Kebanyakan riwayat kelahiran Polisi Negara terjadi di daratan benua Eropa yang memiliki latar belakang pemerintahan Absolut/Monarki, sehingga ada beberapa pihak yang menyebutnya sebagai Kepolisian Eropa Kontinental. Penyebutan ini tidak sepenuhnya benar, karena sebenarnya Eropa Kontinental lebih termaksud pada sebuah system kepolisian, bukan sejarah kepolisian; meskipun sebuah system kepolisian memang terbentuk dari sejarah kepolisian tersebut.
Sedangkan riwayat kelahiran Polisi Masyarakat banyak terjadi di wilayah Inggris dan bekas jajahannya, kecuali di Negara-negara commonwealth di benua Asia yang menyesuaikan dengan tujuan awal pembentukan badan kepolisian dinegara tersebut, yaitu penjajahan. Di Inggris sendiri, polisi berawal dengan penunjukan Kin Police atau polisi warga. Posisi ini secara bertahap mengalami peningkatan sesuai dengan perkembangan masyarakat sampai ke tingkat kota yang organisasi kepolisiannya dipimpin oleh seorang shireeves, dan kemudian lebih akrab dengan sebutan sheriff. Sedangkan di Amerika, sheriff atau marshall dibentuk oleh koloni-koloni, sehingga mereka pun harus bekerja atas kehendak koloni tersebut.



Di Indonesia, sepintas yang masih bisa terlihat dalam kehidupan saat ini adalah semacam polisi masyarakat. Di Jawa misalnya, dikenal posisi Jagabaya dalam pemerintahan desa tradisional, dan demikian pada suku-suku lainnya. Namun jika kita kembali ke jaman penjajahan Belanda maupun Jepang, system yang berlaku adalah Polisi Negara, yang bertujuan mengamankan kepentingan penjajahan di Indonesia dari serangan “ekstrimis inlander”, atau pejuang kemerdekaan. Tentu kita tidak bisa mengharap system kepolisian yang sejati dapat lestari jika melihat begitu lamanya masa penjajahan berlangsung (bahkan lebih lama dari kerajaan-kerajaan lama di Indonesia yang menurut data paling lama hanya berlangsung selama 250 tahun). Karena itu, kedua system kepolisian tersebut diatas diragukan sebagai sejarah sejati kepolisian Indonesia.



Menurut sumber sejarah, Undang-Undang tertua yang pernah ada dan ditegakkan oleh sebuah badan dengan kewenangan melakukan upaya paksa terjadi pada masa Kerajaan Majapahit. Menurut Wik Djatmika, Undang-undang itu bernama Kutaramanawa yang merupakan gabungan dari peraturan dalam kitab Weda; Kutarasastra (undang-undang pidana/public) dan Manawasastra (undang-undang perdata/privat). Penegak Kutaramanawa adalah Prabu Majapahit, yang didelegasikan kepada pemegang kendali wilayah atau kepala daerah (Perwakilan Kerajaan, Adipati, demang, dan kuwu/kepala desa) dan panglima perang bagi para prajurit. Dalam mengambil keputusan, Prabu Majapahit dibantu Mahapatih dan pemuka agama Kerajaan, serta para kepala daerah yang bersangkutan. Demikian seterusnya ke bawah, sesuai dengan bobot kesalahan, tempat kejadian dan domisili pelaku. Sedangkan bagi prajurit Majapahit yang terbagi ke dalam beberapa kesatuan induk, maka Temenggung atau Panglima kesatuan itulah yang menjadi hakim bagi anak buahnya, kecuali mereka melakukan tindakan makar dan kejahatan lain yang bersifat subversive. Jadi Majapahit mengakui adanya dikotomi Peradilan Militer dan Peradilan Sipil.



Meskipun mengakui peradilan Militer, Majapahit menggunakan sumber hukum yang universal, yaitu kitab Kutaramanawa. Tidak dikenal adanya pembedaan peraturan antar golongan, antar agama, apalagi pembedaan antara sipil dan militer. Jikapun ada pembedaan, itu merupakan isi pasal dari Kutaramanawa. Dan sebagaimana dinyatakan dalam Negarakertagama, Kutaramanawa merupakan bukti bahwa Majapahit adalah Negara yang berketuhanan, karena kaidah hukum yang digunakan diambil dari kitab Weda (agama dinasti Rajasa berkuasa atas Majapahit).

Bagaimana dengan Bhayangkara? Bhayangkara sebenarnya bukan penegak hukum, apalagi pelindung dan pelayan masyarakat. Bhayangkara adalah pasukan elit yang tugasnya mengabdi untuk keselamatan rakyat. Walaupun jumlahnya kecil, Bhayangkara memiliki nama besar. Prestasinya mengungkap kasus-kasus makar secara tuntas ke akarnya, menyelamatkan Jayanegara dari pemberontakan Ra Kuti, dan prestasi gemilang Gajah Mada yang berasal dari kesatuan Bhayangkara dalam mempersatukan Nusantara, membuat para perwira Bhayangkara selalu dipercaya menduduki posisi penting dalam pemerintahan. Pendeknya, nama besar Bhayangkara tidak terletak pada kemampuan professional kepolisian. Melainkan mengamankan kepentingan penguasa/Raja.
Lalu siapa pelaksana kepolisian pada masa Majapahit? Sepertinya belum tergambar secara jelas karena belum ada pemecahan kewenangan yudikatif dari eksekutif. Menurut dugaan saya, karena masyarakat yang masih sangat sederhana dengan tingkat kompleksitas yang rendah, pekerjaan “to police” dilakukan bersama-sama antara aparat dan warga Negara. Warga Negara pada waktu-waktu tertentu juga melakukan pengamanan swakarsa, dan aparat (tentara/prajurit) juga dalam tingkat ancaman tertentu akan melakukan patroli. Disinilah terjadi pembedaan hakiki antara tugas pelayanan keamanan masyarakat dengan penyidikan tindak pidana. Di era Majapahit tugas pelayanan keamanan masyarakat dilakukan secara bersama-sama, dan memang menjadi tugas bersama. Tugas penyidikan tindak pidana belum diatur secara khusus, namun ada Bhayangkara yang selalu berhasil melakukan tugas tersebut. Dengan ketajaman Sandi Yudha (badan telik sandi/intelijen Bhayangkara), hampir semua permasalahan terungkap dengan didukung bukti-bukti yang jelas dan kuat, memantapkan keyakinan Prabu Majapahit dalam mengambil keputusan berdasarkan Kutaramanawa. Tidak heran jika Polri membayangkan dirinya adalah Bhayangkara Negara Indonesia, meskipun sebenarnya Bhayangkara bukan polisi yang sebenarnya.

Tetapi justru karena itulah jelas bahwa kepolisian Indonesia lahir sebagai wujud pembagian kewenangan negara sebagaimana Trias Politica yang disampaikan oleh Montesqieue. Polisi Indonesia adalah bentukan Negara, bukan kehendak warganya. Sebenarnya ini cukup menjadi alasan bahwa tidak mungkin Polisi Nasional di Indonesia berdiri langsung dibawah presiden. Dengan beban tugas seperti sekarang ini, Polisi harus berdiri diantara Rakyat (Legislatif), Lembaga Peradilan (Yudikatif), dan Pemerintahan (Eksekutif). Penjelasan tentang pendapat saya ini akan saya lanjutkan pada tulisan saya yang lain.
Dengan demikian Bhayangkara berasal dari bahasa Sansekerta, yang mengandung arti penjaga, pengawal, pengaman, dan pelindung keselamatan Negara dan bangsa.

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda

0 komentar:

Posting Komentar